cari makalah yang lain: https://helloworld-i4ln6sgakq-
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada Kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil
jerih payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
Kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal
sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Ya Rabbal’alamin.
Muara Bulian, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Uang dalam Islam................................................................. 3
B. Uang dalam Ekonomi Makro............................................................. 3
C. Uang dalam Fungsi Utilitas................................................................ 7
D. Economic Value of Time.................................................................... 9
E. Uang sebagai Flow Concept.............................................................. 9
F. Uang sebagai Public Goods............................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya
ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata
nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk
menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan
alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq untuk
menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan
kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan
untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas
dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus.
Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun
mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam istilah naqdain atau tidak.
Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan Syafi’iyah, fulus tidak termasuk
naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat bahwa naqd mencakup fulus.
Defenisi
nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip Ahmad Hasan dirham
dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah
standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Senada
dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan
dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta, sehinga seluruh
harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat
dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa
uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.
Dalam
pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat
sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan
sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar
nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang
didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur barang dan jasa.
Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik
untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak,
tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap
sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi
persyaratan tertentu yakni: Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. 2) Tahan lama. 3) Bendanya mempunyai mutu yang sama. 4) Mudah
dibawa-bawa. 5) Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya. 5) Jumlahnya terbatas
(tidak berlebih-lebihan) 6) Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang
otoritas moneter (pemerintah). Penerbitan uang merupakan masalah yang
dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari’at Islam. Penerbitan dan penentuan
jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu
bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat
dan negara.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas dapat dirumuskan yaitu bagaimana mehamai uang menurut ekonomi
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Uang dalam Islam
Konsep
uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional.
Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang
bukan capital. Sedang uang dalam perspektif ekonomi konvensionl diartikan
secara interchangeability/bolak-balik, yaitu uang sebagai uang dan
sebagai capital.
Perbedaan
lain adalah bahwa dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah suatu yang bersifat flow
concept dan capital adalah suatu yang bersifat stock concept.
Sedang dalam konsep ekonomi konvensional, Frederic S. Miskhin, misalnya
mengungkapkan konsep Irving Fisher yang mengatakan bahwa :
Keterangan :
MV = Jumlah uang
V =Tingkat perputaran
uang
P = Tingkat harga
barang
T = Jumlah barang
yang diperdagangkan
B.
Uang
dalam Ekonomi Makro
Ahmad
Hasan menjelaskan bahwa dalam islam tidak ada yang di sebut dengan uang (nuqud).
Adapun istilah fulus (uang tembaga), istilah itu hanya digunakan sebagai alat
tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.
1. Uang sebagai Ukuran Harga.
Ini
merupakan fungsi uang yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau standar
ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa. Ini berarti uang berperan
menghargai secara aktual barang dan jasa. Dengan adanya uang sebagai satuan
nilai memudahkan terlaksanakanya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Al-Ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin. Dalam arti uang berfungsi
sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya.
2. Uang sebagai Media Transaksi
Uang
adalah alat tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk transaksi barang
dan jasa. Misal seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi kebutuhannya
terhadap lauk pauk maka ia cukup menjual berasnya dengan menerima uang sebagai
gantinya, kemudian ia dapat membeli lauk pauk yang ia butuhkan. Begitulah
fungsi uang sebagai media dalam setiap transaksi dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup manusia.
Kondisi
ini jelas berbeda dengan system barter tempo dulu, jika orang yang memiliki
beras menginginkan lauk pauk maka ia harus mencari orang yang mememiliki lauk
pauk yang membutuhkan beras. Jelas ini system yang sangat rumit. Fungsi uang
sebagai media pertukaran dalam setiap kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern
ini menjadi sangat penting. Karena seseorang tidak dapat memproduksi setiap
barang kebutuhan hariannya, karena keahlian manusia itu berbeda-beda, disinilah
uang memegang peranan yang sangat penting agar manusia itu dapat memenuhi
kebutuhan dengan mudah. Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus di terima
oleh siapa pun bila ia ditetapkan oleh Negara.
Inilah
perbedaan uang dengan media teransaksi lain seperti check. Umar bin Khattab r.a
berkata “ Saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang berkata
kalo begitu unta akan punah maka aku batalkan keinginan tersebut”.
3. Uang Media Menyimpan Nilai
Uang
sebagai store of value berarti uang adalah cara mengubah daya beli dari
masa kini ke masa depan. Uang sebagai penyimpan nilai dimaksudkan bahwa orang
yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu,
tapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang ia butuhkan pada
waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti
sakit mendadak atau menghadapi kerugian yang tak terduga. Hal ini disebabkan
karena motiv yang mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang disamping untuk
transaksi juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga
seperti kondisi di atas.
Dikalangan
ekonom muslim terjadi perbedaan pendapat terhadap fungsi uang sebagai alat
penyimpan nilai ini. Mahmud Abu Su’ud seperti yang dikutip Ahmad Hasan,
berpendapat bahwa uang sebagai penyimpan nilai adalah ilusi yang batil. Karena
uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya barang-barang pada umumnya.
Uang sama sekali tidak mengandung nilai pada bendanya. Uang sebagai alat tukar
beredar untuk proses tukar-menukar.
1.
Commodity Money
Pada asalnya uang mempunyai tiga
fungsi penting, yaitu sebagai alat tukar, penyimpan nilai, dan pengukur nilai
sebuah komoditas. Namun, dengan menyebarluasnya sistem bunga dalam transaksi
keuangan saat ini, fungsi uang sudah bertambah menjadi sebuah komoditas, dan
itu diharamkan karena ini biasanya menjadi problematika terbesar moneter pada
khususnya dan perekonomian pada umumnya. Fungsi uang sebagai komoditas didukung oleh
beberapa teori keuangan kontemporer seperti dalam Loanable Funds Theory.
Dalam teori ini bunga (interest)
dianggap sebagai harga dari dana yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable
fund) yang menjadi salah satu variable yang mempengaruhi tingkat penawaran (supply
of ) dan permintaan (demand for) dari loanable fund tersebut.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa penyuplai loanable fund
akan bersedia memberikan pinjaman uang kepada peminjam hanya apabila si
peminjam bersedia mengembalikan uang pinjamannya dalam jumlah yang lebih besar
dari pokok pinjamannya. Selisih antara jumlah yang harus dibayarkan peminjam
dan pokok pinjamannya itulah yang disebut bunga. Secara kontrak, harga (bunga)
tersebut mesti dibayar peminjam dalam keadaan apa pun (usaha si peminjam untung
atau rugi) kepada pemberi pinjaman, karena si pemberi pinjaman dianggap sudah
menjual sebuah komoditas yang disebut dengan uang.
Di sini sangat jelas terlihat bahwa
dalam sistem keuangan yang berlaku sekarang, uang sudah dianggap sebagai
komoditas yang bisa diperdagangkan. Hal ini berlawanan dengan pandangan Islam
yang tidak menerima fungsi uang sebagai suatu komoditas. Hal itu dikarenakan
uang tidak memenuhi syarat sebagai sebuah komoditas. Menurut Syeikh Muhammad
Taqi Usmani, pakar Syariah keuangan Islam, setidaknya ada 3 faktor yang
membedakan uang dengan komoditas. Pertama, uang tidak memiliki kegunaan
instrinsk (intrinsic utility).
2.
Token Money
Goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para
bankir menyadari bahwa meminjam komoditi (seperti emas perak) dan kemudian
mengeluarkan tanda penerimaan (receipt) akan menghasilkan keuntungan.
Mereka akan memberikan bunga atas deposit koin emas dan perak. Apabila harga
emas batangan naik dan daya beli koin turun, maka mereka dapat melebur koin
tersebut menjadi bentuk batangan, atau bila harga di luar lebih tinggi dari
harga di dalam maka mereka akan menjual keluar. Kedua aktivitas tersebut akan
memberikan keuntungan.
Semakin tanda terma (receipt)
yang berputar di antara para depositor, maka goldsmith dan para bankir
akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk menggunakan dan perak tersebut dan
memperoleh lebih banyak keuntungan. Ini adalah contoh pertama dalam sejarah
moneter Inggris mengenai token money dari aktivitas lembaga keuangan.
Tanda terima (receipt) yang pertama dilakukan oleh goldsmith dan
kemudian oleh bank menjadi medium of exchange. Jelaslah sekarang bahwa
tanda terima (receipt) untuk deposit, atau bank notes yang
selanjutnya disebut token menggantikan commodity money. Kertas
tanda terima ini (receipt) dapat di tukarkan dengan koin emas apabila
dibutuhkan.
Kemudian masyarakat zaman dahulu
telah berusaha meningkatkan manfaat uang logam dengan mencetk koin yang
didasarkan pada satuan standar tertentu. Karena stabilitas nilai uang adalah
tanggung jawab pemerintah, maka pencetakan uang di monopoli oleh pemerintah dan
masyarakat di larang untuk mencetak dan mengedarkan uang palsu. Sejalan dengan
waktu, uang logam ini kemudian di ganti dengan paper notes dan mata uang
(uang legal atau M1).
3.
Deposit Money
Semakin pesatnya pertumbuhan
industry dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, mengakibatkan
semakin tingginya kebutuhan uang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan
pembangunan pabrik, pembelian mesin, pembelian bahan baku dalam jumlah besar,
pengiriman barang dalam jumlah besar, juga transaksi antar Negara dalam jumlah
besar.
Untuk itu dibutuhkan perubahan di
bidang keuangan, terutama tentang cara pembayaran. Banyak para pengusaha
membayar tagihan mereka dengan menggunakan cheques. Hanya pengeluaran
kecil, gaji para karyawan, dan transportasi yang di bayar dengan tunai.
Menurut Irving Fisher (1867-1947), cheques
bukan uang, tapi hanya merupakan order tertulis (written order) untuk
mentransfer uang. Perlu di bedakan antara transfer instrument, cheque,
dan objek actual yang di transfer yaitu bank deposit. Transfer belum
mempengaruhi bank deposit pengirim sampai uang tersebut di cairkan. Pada waktu
bank member pinjaman kepada seseorang, bank tidak memberikan dalam bentuk tunai
(cash). Dengan demikian bank membuat uang baru (deposit), melebihi dan
diatas notes dan coins (token atau legal money)
yang di buat oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penting
yang telah merubah perbankan modern adalah kemampuan bank deposit untuk
mengubah “purveyors of money” menjadi “creator of money”.
C.
Uang
dalam Fungsi Utilitas
Dalam teori klasik, fungsi utilitas
uang adalah :
Keterangan :
f = Fungsi utility
Xi = Jumlah komoditi
Pi = Harga komoditi
M = Jumlah uang yang diterima
Y = Pendapatan nominal
Mo = Jumlah awal yang dimiliki
Dari fungsi diatas terlihat bahwa
uang meruapakan fungsi utilitas secara tidak langsung (indirect utility
function). Dalam teori Neo-Classical, fungsi uang di rumuskan
sebagai berikut:
Dengan budget constraint :
Keterangan :
f = Fungsi utility
Xi = Jumlah komoditi
Pi = Harga komoditi
M = Jumlah uang yang diterima
Y = Pendaptan nominal
Mo = Jumlah awal yang dimiliki
Dari persamaan diatas terliha bahwa
uang merupakan fungsi utilita yang langsung (direct utility function).
Perbedaan fungsi utilitas apakah termsuk ke dalam indirect utiliy function
atau direct utility function, bukanlah menjadi masalah bagi kit, karena
perbedaan tentang hal ini hanya terjadi di dalam teori ekonomi konvensional.
Dan konsep Islam tentang utilitas,
uang hanya diakui sebagai intermediary form, hanya di akui sebagai medium
of exchange dan unit of account tidak lebih dari ini. Artinya,
fungsi uang hanya sebagai medium dari barang yang satu berubah menjadi barang
yang lain, tidak perlu adanya double coincidence needs. Jadi dalam konsep
Islam, uang tidak masuk dalam fungsi utility kita, karena manfaat yang
kita dapatkan bukan dari uang itu sendiri, tetapi dari fungsi uang. Dalam
hadits-hadits Rasulullah SAW. Bisa kita lihat peran uang sangat sentral dalam
teori ekonomi Islam. Salah satu contoh adalah peristiwa yang terjadi pada masa
Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, Bilal bin Rabah
ingin menukar 2 sha’ kurma yang sangat buruk dengan 1 sha’ kurma
yang baik, maka Rasulullah mengatakan “Tidak boleh menjual kurma yang buruk
dan mendapatkan dinar, lalu membeli kurma yang baik dengan dinar tersebut”
(HR Bukhari). Menurut Rasulullah setiap kurma mempunyai harga masing-masing.
Oleh karena itu menjadi sangat naïf apabila dikatakan dalam teori Islam tidak
ada konsep uang.
D.
Economic
Value of Time
Islam
tidak mengenal time value of money, yang dikenal adalah economic
value of time. Contohnya dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank
syariah. Dalam proses perhitungan nisbah, return on capital harus di
perhitungkan. Return on capital ini tidak sama dengan return on money.
Return on capital tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan
sektor riil, sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate.
Penentuan
nisbah bagi hasil harus dilakukan di awal, dan untuk itu di gunakan project
return. Jika actual return tidak sama dengan angka proyeksinya, maka
digunakan adalah angka aktual, bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukkan bahwa
Islam tidak mengenal time value of money. Time mempunyai economic
value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah
faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh
return.
E.
Uang
sebagai Flow Concept
Dalam
Islam uang adalah flow concept dan capital adalah stock
concept. Semakin cepat perputaran uang akan semakin baik. Misalnya seperti
contoh pada aliran air masuk dan air keluar. Sewaktu air mengalir, disebut
sebagai uang, sedangkan apabila air tersebut mengendap, maka disebut sebagai
capital. Wadah tempat mengendapnya di sebut private goods. Uang seperti
air, apabila uang dialirkan, maka uang tersebut akan bersih dan sehat (bagi
ekonomi). Apabila uang diendapkan dalam suatu tempat (menimbun uang), maka air
tersebut akan keruh/kotor. Saving harus di investasikan ke sektor riil.
Apabila tidak, maka saving bukan saja tidak mendapat return, tapi
juga dikenakan zakat.
F.
Uang
sebagai Public Goods
Ciri dari
public goods adala barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat tanpa
menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Begitu pula dengan uang, sebagai public
goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal
ini bukan karena simpanan mereka di bank, tetapi karena asset mereka seperti
rumah, mobil, saham dan lain-lain. Yang digunakan di sektor produksi, sehingga
memberi peluang yang labih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih
banyak uang. Jadi semakin tinggi tingkat produksi, akan semakin besar
kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari public goods (uang)
tersebut. Oleh karena itu, penimbunan (hoarding) dilarang karena
menghalangi yang lain untuk menggunakan public goods tersebut. Jadi, jika dan
hanya jika private goods di manfaatkan pada sektor produksi, maka kita
akan memperoleh keuntungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Implikasi Konsep Uang Dalam
Kehidupan Masyarakat
Dalam
Islam uang itu sendiri tidak dianggap, sebagai modal sebenarnya hanya ada
ketika uang, bersama dengan sumber daya lainnya, tenggelam ke dalam kegiatan
produktif. Menghubungkan penggunaan uang untuk tujuan produktif selalu membawa
ke tindakan faktor tenaga kerja, proses dari yang menguntungkan sampaikan
kepada masyarakat.
Beberapa
pemikir Muslim awal membahas masalah uang dan ekonomi moneter Misalnya, diskusi
IbnMiskawaih’s pertukaran menggabungkan fungsi uang sebagai alat tukar. Dia
juga menjelasakan standar emas. Al-Ghazali, membahas uang dan fungsinya.
Pengamatan penting adalah bahwa fungsi-fungsi ini terganggu mendapatkan uang
ketika orang permintaan uang untuk itu demi uang. Sangat menarik untuk dicatat
bahwa ide yang terdapat dalam apa yang dikenal dalam literatur kontemporer
sebagai Gresham hukum tersebut dibicarakan secara eksplisit dalam karya
Taqiyyuddin Ahmad. Hukum hanya mengatakan bahwa uang yang buruk mengusir uang
yang bagus dari pasar, karena orang cenderung menggunakan uang buruk untuk
transaksi dan menyimpan uang yang baik, dan dengan demikian uang yang baik
menghilang dari pasar. Al-Maqrizi menemukan ini terjadi di Mesir dan
menganalisis fenomena tersebut. Al Imam Ibni Taimiyyah juga membahas hukum yang
sama. Kredit untuk kontribusi dalam literatur barat masuk ke Thomas Gresham,
penulis abad kesembilan belas.
Sistem
keuangan yang berlaku sekarang, uang sudah dianggap sebagai komoditas yang bisa
diperdagangkan. Hal ini berlawanan dengan pandangan Islam yang tidak menerima
fungsi uang sebagai suatu komoditas. Hal itu dikarenakan uang tidak memenuhi
syarat sebagai sebuah komoditas.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi
Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. h. 80
Jaribah bin Ahmad al-haritsi. 2010.
Fikih ekonomi Umar bin Khattab. KHALIFA. Jakarta. h. 336
Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi
Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. h. 86
Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi
Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. h. 86
Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi
Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. h. 88
Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi
Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. h. 89
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق